Masih ada Masalah dalam Pengelolaan Kawasan Wisata Tiga Gili Lombok

29-06-2010 / KOMISI IV

     Kawasan Wisata Tiga Gili yakni Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air yang berada di Kabupaten Lombok Utara, dan merupakan 3 pulau kecil yang saling berdekatan, berjarak 20 km sebelah utara pantai Senggigi, menjadi lokasi Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI di provinsi Nusa Tenggara Barat, terkait pengalihan pengelolaan kawasan wisata tersebut dari Direktorat Konservasi dan Sumberdaya Alam Kementerian Kehutanan ke Direktorat Konservasi Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

      Rombongan yang dipandu Direktur Konservasi Kelautan KKP pusat, Agus Dharmawan, tiba di pantai Gili Trawangan setelah menempuh penyeberangan dengan perahu motor selama 30 menit. Rombongan disambut Staf Ahli bidang Sumberdaya Kemasyarakatan, Kabupaten Lombok Utara, HM. Sayuti. Selajutnya rombongan melakukan survey ke beberapa zona konservasi laut, di antaranya lokasi penangkaran penyu sisik, lokasi penangkaran transplantasi terumbu karang, dan sejumlah taman laut yang menjadi pusat tujuan penyelaman para turis asing. “Terumbu karang di sini banyak rusak karena dulunya para nelayan sering menangkap ikan dengan cara membom. Tetapi hal itu sekarang tidak terjadi lagi, karena telah dilakukan upaya preventif dengan melibatkan kelompok pemuda dan masyarakat setempat sebagai penjaga lingkungan”, jelas Sayuti

      Pimpinan rombongan Komisi IV DPR, Djoko Udjianto mengatakan, sejumlah gugusan terumbu karang mengalami bleaching atau proses pemutihan secara sporadis yang cukup memprihatinkan, hal ini selain disebabkan ulah manusia juga pengaruh pemanasan global, yang membuat temperatur air laut naik hingga beberapa derajat. “Mulai saat ini pemerintah daerah dan masyarakat harus melakukan upaya pembatasan terhadap kegiatan yang dapat mencemarkan laut dan alam sekitarnya”, tegas Djoko menambahkan.

      Setelah melakukan peninjauan, Anggota Komisi IV DPR RI, yang juga mantan menteri di era orde baru, Siswono Yudho Husodo kepada wartawan mengatakan,  ada permasalahan kepemilikan tanah di tiga Gili. Berawal dari pemberian hak Guna Usaha atau HGU untuk masa 30 tahun, kepada 2 perusahaan, PT. Senjaya dan PT. Tambora di awal tahun 70-an, oleh Gubernur NTB saat itu, Warsita untuk penanaman kelapa hibrida, tapi perkebunan kelapa hibrida tidak pernah ditatam. Karena menyalahi peruntukan, HGU itu dicabut oleh Gubernur NTB, Warsito pada tahun 1993.

      “Persoalannya adalah kedua perusahaan itu menjual izinnya kepada perusahaan lain. Masyarakat yang menghuni ke-tiga pulau ini sejak lama merasa dirugikan, karena setiap tahun membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Masyarakat sudah berkali-kali meminta hak melalui pengadilan tetapi selalu dikalahkan”, tandas Siswono menjelaskan. Siswono meminta agar semua pemangku kepentingan , agar duduk bersama untuk segera menyelesaikan permasalahan yang ada, dengan mengedepankan kepentingan masyarakat. Komisi IV berjanji akan membahas temuan-temuan ini saat rapat Kerja dengan Menteri terkait. NTB ( 23/06) RN/Tvp/YD.

BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...